Makna Bilangan
dalam
Alquran
Tanpa disadari, bahasa dan
aksara sebagai sarana komunikasi telah berkembang menjadi bermatra dua, matra
alfabet dan matra numerik. Banyak kebudayaan yang hanya mengembangkan sarana
alfabetis untuk mengkomunikasikan gagasan menembus dinding waktu dan ruang. Kebudayaan
Arab adalah diantara simpul-simpul peradaban yang secara dini mengenal angka.
Ketika melihat gejala
transendental mengenai posisi wahyu yang menjadi pilar pengembangan ilmu
pengetahuan dalam peradaban Islam dijelaskan dalam buku Menggali nalar
Saintifik Peradaban Islam oleh Husain Hariyanto (2011; 233). Ali bin Abi Thalib
ra menjawab tentang pertanyaan dua pendeta Yahudi mengenai makna
bilangan-bilangan dalam kitab suci. Menurut Ibn Abbas, mereka bertanya kepada
Ali bin Abi Thalib ra tentang satu
yang tiada
duanya, tentang dua yang tiada tiganya, sampai seratus yang mereka dapatkan di
Taurat dan yang kaum Muslim baca di dalam Alquran. Ali bin Abi Thalib ra segera
menjawabnya;
“Adapun yang
satu adalah Allah, Tuhan Yang Maha Esa, tiada sekutu bagi-NYA. Adapun yang dua
adalah Adam dan Hawwa. Adapun yang tiga adalah Jibril, Mikail dan Israfil;
mereka adalah pemimpin para malaikat. Adapun yang empat adalah Taurat, Injil,
Zabur, dan Alquran. Adapun yang lima adalah shalat yang Allah turunkan atas nabi
kami dan umatnya dan yang tidak pernah diturunkan atas nabi sebelumnya atau umat
sebelum kami.”
Begitulah paparan Ali bin Abi
Thalib ra dalam mengajari kita konteks bilangan dalam gejala perenialisme. Cara
pandangnya tentang bilanganbilangan merupakan esesnsi dari prinsip matematika
masuk dalam doktrin bilangan. Ia mengkorelasikannya dengan gejala fenomena
kehidupan seperti spiritual, sosial dan alamiah. Di sinilah akar dari cara
pandang fenomenologis matematika dimulai untuk sarjana Muslim klasik yang
menggeluti matematika. Matematika menempati posisi unik dan istimewa dalam
pandangan ilmuwan Muslim. Terlihat sebagai bukti otentik yakni pada arsitektur
Islam yang sangat geometris dan kristal, seni plastik dan audisi khususnya
puisi dan musik, memperagakan cinta kepada aritmatika dan simbol bilangan, seni
penggunaan bahasa Arab yang menggambarkan bahasa aljabar.
Menurut Nasr, geometri dan simbol
bilangan berhubungan dengan esensi ajaran Islam, yakni doktrin tentang kesatuan
Tuhan (tauhid). Allah adalah Tunggal, hal ini terbukti dari esensi satu dalam
seri bilangan adalah simbol yang paling langsung dan masuk akal dari sumber
Tuhan satu. Banyak bukti dari karya-karya ilmuwan Muslim yang begitu memuliakan
ilmu matematika seperti yang dikutip oleh Nasr (1976 : 75) dari karya Ikhwan al-shafa,
Risalat al-Jamiah (Damaskus : Saliba, 1949) yang menulis :
“Sesungguhnya bentuk
bilangan (the form of numbers) dalam jiwa manusia
berkorespondensi
dengan bentuk maujud (the forms of existens) dalam materi (the hyle). Bilangan
adalah contoh dari dunia yang lebih tinggi. Melalui pengetahuan tentangnya,
murid kearifan secara bertahap mengenal sains matematika lainnya, sain alam,
dan metafisika. Ilmu bilangan adalah akar dari ilmu-ilmu, dasar kebijaksanaan, awal
ilmu-ilmu ketuhanan.”
Jadi, makna bilangan dalam
Alquran adalah awal-awal ilmu-ilmu yang bisa mencari atau lebih tepatnya
ilmu-ilmu yang akaan membawa dalam hal ketuhanan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar