Kamis, 17 November 2016

Makna Bilangan dalam Alquran



Makna Bilangan
dalam
Alquran



                   Tanpa disadari, bahasa dan aksara sebagai sarana komunikasi telah berkembang menjadi bermatra dua, matra alfabet dan matra numerik. Banyak kebudayaan yang hanya mengembangkan sarana alfabetis untuk mengkomunikasikan gagasan menembus dinding waktu dan ruang. Kebudayaan Arab adalah diantara simpul-simpul peradaban yang secara dini mengenal angka.

                   Ketika melihat gejala transendental mengenai posisi wahyu yang menjadi pilar pengembangan ilmu pengetahuan dalam peradaban Islam dijelaskan dalam buku Menggali nalar Saintifik Peradaban Islam oleh Husain Hariyanto (2011; 233). Ali bin Abi Thalib ra menjawab tentang pertanyaan dua pendeta Yahudi mengenai makna bilangan-bilangan dalam kitab suci. Menurut Ibn Abbas, mereka bertanya kepada Ali bin Abi Thalib ra tentang satu
yang tiada duanya, tentang dua yang tiada tiganya, sampai seratus yang mereka dapatkan di Taurat dan yang kaum Muslim baca di dalam Alquran. Ali bin Abi Thalib ra segera menjawabnya;
“Adapun yang satu adalah Allah, Tuhan Yang Maha Esa, tiada sekutu bagi-NYA. Adapun yang dua adalah Adam dan Hawwa. Adapun yang tiga adalah Jibril, Mikail dan Israfil; mereka adalah pemimpin para malaikat. Adapun yang empat adalah Taurat, Injil, Zabur, dan Alquran. Adapun yang lima adalah shalat yang Allah turunkan atas nabi kami dan umatnya dan yang tidak pernah diturunkan atas nabi sebelumnya atau umat sebelum kami.”

                   Begitulah paparan Ali bin Abi Thalib ra dalam mengajari kita konteks bilangan dalam gejala perenialisme. Cara pandangnya tentang bilanganbilangan merupakan esesnsi dari prinsip matematika masuk dalam doktrin bilangan. Ia mengkorelasikannya dengan gejala fenomena kehidupan seperti spiritual, sosial dan alamiah. Di sinilah akar dari cara pandang fenomenologis matematika dimulai untuk sarjana Muslim klasik yang menggeluti matematika. Matematika menempati posisi unik dan istimewa dalam pandangan ilmuwan Muslim. Terlihat sebagai bukti otentik yakni pada arsitektur Islam yang sangat geometris dan kristal, seni plastik dan audisi khususnya puisi dan musik, memperagakan cinta kepada aritmatika dan simbol bilangan, seni penggunaan bahasa Arab yang menggambarkan bahasa aljabar.

       Menurut Nasr, geometri dan simbol bilangan berhubungan dengan esensi ajaran Islam, yakni doktrin tentang kesatuan Tuhan (tauhid). Allah adalah Tunggal, hal ini terbukti dari esensi satu dalam seri bilangan adalah simbol yang paling langsung dan masuk akal dari sumber Tuhan satu. Banyak bukti dari karya-karya ilmuwan Muslim yang begitu memuliakan ilmu matematika seperti yang dikutip oleh Nasr (1976 : 75) dari karya Ikhwan al-shafa, Risalat al-Jamiah (Damaskus : Saliba, 1949) yang menulis :
                            “Sesungguhnya bentuk bilangan (the form of numbers) dalam jiwa manusia
berkorespondensi dengan bentuk maujud (the forms of existens) dalam materi (the hyle). Bilangan adalah contoh dari dunia yang lebih tinggi. Melalui pengetahuan tentangnya, murid kearifan secara bertahap mengenal sains matematika lainnya, sain alam, dan metafisika. Ilmu bilangan adalah akar dari ilmu-ilmu, dasar kebijaksanaan, awal ilmu-ilmu ketuhanan.”
                   Jadi, makna bilangan dalam Alquran adalah awal-awal ilmu-ilmu yang bisa mencari atau lebih tepatnya ilmu-ilmu yang akaan membawa dalam hal ketuhanan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar